Wednesday, September 19, 2007

Mengatasi Diri Sendiri

Seringkali, musuh terbesar manusia adalah diri sendiri. Kita seringkali mengharap orang lain berbuat ini dan itu, bersikap lebih baik, melakukan yang terbaik, dan terus saja menuntut, sementara jika tuntutan-tuntutan tersebut diperhadapkan pada kita, belum tentu kita sanggup melakukan semua itu!

Ada hal-hal yang lebih mudah dibicarakan ketimbang dilakukan. Kita bicara tentang idealisme, sikap hidup yang baik, contoh perilaku dalam masyarakat (yang notabene semua nilainya sudah diarahkan pada pencitraan/ segala sesuatu dibuat agar 'terlihat baik''). Namun begitu sukar untuk menerapkannya secara maksimal dalam hidup kita. Ada hal-hal yang, oh Tuhan..., begitu sukar untuk kita lakukan!

Mungkin yang perlu kita pahami adalah bahwa kita ini memang penuh dengan kekurangan. Kita belum sempurna. Bukankah keterbukaan untuk mengakui kesalahan adalah sebuah pertanda baik? Itulah ciri seorang yang berjiwa besar!

Kadang, karena tak mau mengakui bahwa kita punya kekurangan, kita jadi tak dapat mengantisipasi kelemahan kita. Bagaimana mungkin kita dapat memperbaiki diri dan menjadikan hidup ini lebih baik jika demikian?

Setelah menyadari semua kekurangan kita, mungkin kita perlu adakan detoksifikasi, kali yaa. Detoksifikasi batin, mental dan hati kita. Bukankah hati kita ini licik dan suka menyimpan segala yang jahat di dalamnya?

Apa saja yang perlu didetoksifikasi?
1. Kotoran yang mencemari hati
> percabulan, kenajisan, nafsu jahat dan keserakahan

2. Sifat-sifat 'manusiawi' kita
> kemarahan, dendam, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor

3. Penilaian atas orang lain
Kita suka menganggap bahwa yang tidak sama dengan kitalah yang salah. Kita menganggap ras kita, kelas kita, sikap kita, pendapat kita yang paling benar. Padahal, adalah dosa besar di hadapan Tuhan jika kita menggolongkan orang menurut apa yang tampak seperti ras (suku bangsa), golongan (kaya atau miskin), atau kulturalisme (kebudayaan atau sifat-sifat kita). Tuhan menciptakan perbedaan dalam hidup kita dengan satu tujuan. Bukan agar kita berselisih paham, melainkan agar kita memadukan semua perbedaan itu menjadi sebuah kesatuan yang indah. Siapakah kita hingga dapat menilai orang lain? Bukankah kita pun punya nilai yang sama dengan mereka?

Mungkin kita tak bisa mengubah keadaan atau orang lain di sekitar kita, tapi paling tidak kita dapat mengubah diri kita. Menurut Joel Osteen, biasanya Tuhan tidak menjawab doa kita dengan mengubah lingkungan kita atau orang-orang di sekitar kita, namun Dia terlebih dahulu mengubah diri kita..

Yeah, nggak bisa dipungkiri bahwa ada hal-hal yang tidak enak dalam hidup yang harus kita hadapi. Namun jangan jadikan itu alasan untuk kita nggak bisa maju. Alasan itu adalah bagi mereka yang bermental pecundang. Menurut JC. Maxwell, orang yang tidak sukses suka menjadikan kelemahan sebagai alasan. Mereka terus saja mencari alasan. Namun orang sukses sebaliknya, menggunakan kelemahan atau hambatan sebagai batu loncatan untuk meraih kesuksesannya.

Well, hidup adalah sebuah perjalanan. Kita harus terus menjalani hidup ini untuk selangkah demi selangkah meraih sesuatu yang lebih baik. Ada hal-hal yang tak dapat kita ramalkan akan terjadi di dalamnya. Namun paling tidak, kita tetap bisa memilih bagaimana untuk menjalani hidup.

Dan pilihan ada di tangan kita..

No comments: