Jika ditanya, pasti tak ada orang yang suka dengan kegagalan. Kita semua maunya berjalan terus dan … sukses. Jika bisa, kita ingin menghindar dari segala bentuk kegagalan! Menurut kita, kenapa sih harus gagal dulu sebelum sukses?
Bagi sebagian orang, kegagalan bahkan jadi momok terbesar. Mereka begitu terobsesi dengan keberhasilan sehingga tak dapat menerima kegagalan sebagai sebuah kenyataan. Gagal bagi mereka sama dengan dunia berhenti berputar. Langit runtuh. Mereka membenci kenyataan itu!
Kita seringkali tak menyadari kenyataan yang ada di balik kegagalan. Kita hanya melihat akibat sementara yang terjadi dan tak melihat ada apa di baliknya. Padahal kegagalan seringkali menyelamatkan kita dari jalan yang salah. Paulo Coelho, seorang novelis ternama, sempat dipecat dari perusahaan rekaman tempatnya bekerja tanpa tahu mengapa, merenungkan hidupnya, lalu beralih profesi menulis buku yang ternyata kemudian laku keras dan menjadi inspirasi bagi lebih dari 40 juta orang di dunia.
Tanpa kegagalan bisa-bisa kita tak mengetahui banyak hal lain selain yang ada di hadapan kita. Bahkan kegagalan dalam sebuah hubungan pun membebaskan kita dari orang yang salah. Kegagalan, hal-hal yang seolah tak patut terjadi pada kita, ketidak sengajaan, ‘kecelakaan-kecelakaan’ kecil, semua itu seringkali dapat menjadi berkat yang tersamar buat kita!
Masalahnya, kita paling suka menyalahkan. Kita marah ketika kita gagal. Kita marah ketika terjadi hal-hal yang tak kita kehendaki. Kita tak terima ketika ada hal-hal buruk di sekitar kita. Kita tak menyadari bahwa hal paling baik seringkali bermula dari saat paling tidak baik dalam hidup…
Melalui kegagalan paling tidak kita jadi tahu apa yang harus kita lakukan kemudian. Kita jadi dapat berhenti sejenak dari rutinitas kita untuk merenungi kehidupan ini, betapa tidak ada yang sempurna dan abadi di dunia tempat kita tinggal!
Percayalah, pasti akan ada saat kita berpaling ke belakang, menoleh, menyaksikan dan mengenang kembali bagaimana sebuah kegagalan telah membentuk hidup kita dengan manisnya hingga saat itu..
Jangan takut menghadapi kegagalan. Jangan takut keadaan menjadi buruk. Jangan takut semua tidak berjalan lancar. Jika semua itu justru dapat membuat kita melakukan sesuatu yang lebih baik, mengapa tidak? Jangan menyesali sesuatu yang bukan kesalahan kita. Toh kegagalan hanyalah sepenggal kisah dari romantika kehidupan. Ada Sepasang Tangan Ajaib yang mengendalikan jalannya masa dan waktu. Dengan menyesalinya berarti kita menghentikan jalannya perputaran roda kehidupan. Kita menghentikan proses yang sedang terjadi dalam hidup, padahal hidup harus berjalan terus!!
Kita tahu kegagalan mungkin tak terelakkan bagi kita. Namun kitalah yang harus menguasai keadaan. Sampai berapa lama sih suatu keadaan bisa bertahan? Bukankah ada waktu untuk segala sesuatu?
2 comments:
Hi Kris,
Aku baca sepintas tulisan kamu. Kesan aku, "You're a faithful Christian. However, ayat yg berbunyi "Tuhan akan menjadikan semuanya jadi indah pada waktunya", seringkali hanya sekedar kata penghibur saat kita gagal. Life is real. Kadang kita bisa berdarah-darah. Tuhan ingin kita merasakan failure [juga rejection]sebagai pengalaman hidup yg REAL, sebagaimana dia pernah rasakan.
Hi Kris,
Many thanks for your reflection on [human]failure. Setelah baca tulisan kamu, kesan aku "you must be a devout Christian". However, ayat "Tuhan akan menjadikan segalnya jadi indah pada waktunya", sering kali hanya sekedar jadi kata-kata penghibur di saat kita mengalami kegagalan. Life is real. Kadang kita bisa berdarah-darah. I believe God wants us to experience failures [and rejections]as part of our inevitable human conditions. In other words, Tuhan ingi agar kita merasakan kegagalan [juga penolakan]seperti dia pernah rasakan.
Post a Comment