Pertanyaan:
Gimana sih cara menemukan jalan yang tepat dalam hidup?
Sometimes it feel so easy. Just write it down, follow your heart,
just followin' your inner voice which generally speaks louder than your voice, say some people.
But in fact, it isn't as easy as its sounds.
Which way do you follow?
To be or not to be,
It is the question.
*-*
Thursday, August 30, 2007
Saturday, August 25, 2007
KEBAHAGIAAN
Pernah denger pepatah 'Yang lajang ingin menikah, yang menikah ingin cerai, dan yang cerai ingin bunuh diri?'
Well, kebahagiaan memang sukar untuk dirumuskan. Nggak ada formula yang tepat untuk membuat standarnya. Kebahagiaan bagi yang satu belum tentu sama dan berarti bagi yang lainnya. Donald Trump yang miliuner saja menganggap banyak temannya lebih bahagia dari dia. Sementara mungkin teman-teman atau relasinya beranggapan dia yang lebih bahagia karena banyak duit..
Kadang kita mengidentikkan kebahagiaan dengan uang, atau popularitas, atau sukses. Ok. Kadang hal-hal itu membuat kita bahagia. Tapi nggak selamanya. Soalnya sekali lagi, nggak ada standar yang tepat buat mengukur hal-hal tersebut. Uang yang bikin bahagia itu yang berapa banyak, sih? Popularitas yang bikin bahagia itu yang gimana? Apa populer di kalangan perumahan setempat juga sudah termasuk? Atau sukses. Lagi, sukses yang kayak gimana? Punya mobil mewah? Gaji enam digit? Istri cantik? Kita gak bisa mengukur semuanya dengan tepat karena dunia ini masih terikat dengan teori relativitasnya Einstein. Dan seperti judul novelnya Sidney Sheldon, nggak ada yang abadi di dunia. Apapun itu. Jadi, apa yang bisa buat kita bahagia?
Kalo disuruh menengok ke sekeliling mungkin banyak hal membuat kita silau dengan segala kegemilangannya. Gile, haree genee gak pake gadget tertentu? Gak ikut pilates, misalnya, atau gak punya bo'il keren? Banyak hal yang seakan sudah distandarkan oleh masyarakat dan kita ikuti. Padahal kalo kita pikir-pikir lagi, apa iya sih dengan memiliki semua yang mampu kita miliki di dunia ini lantas kita bahagia? Bukannya yang namanya keinginan itu nggak ada matinya? Sekali kita memenuhi kebutuhan yang satu, akan menyusul kebutuhan-kebutuhan lainnya yang merasa sirik kalo nggak dipuaskan..
Menurut suamiku, kebahagiaan adalah pilihan. Kitalah yang memilih untuk jadi bahagia. Kita juga yang memilih untuk nggak bahagia. Di alun-alun kota kami ada komunitas penjual makanan dari berbagai tempat yang terlihat bahagia. Aku juga kadang heran, gile aje, hare gene, jualan kadang nggak banyak-banyak amat dibeli orang, tapi kok mereka tetap terlihat fun, asyik-asyik aja kayak gak punya beban, sementara jutaan orang lain di dunia ini sibuk mempermasalahkan gimana meraih keuntungan sekian digit.
Mungkin kalo ngomongin kebahagiaan, kita gak bisa berkaca pada orang lain kali ya. Kita yang harus menetapkan standar kebahagiaan bagi kita masing-masing. Dan kita gak boleh ngikut orang lain, karena bisa jadi kita sendiri yang akan rugi. Tapi coba kalo kita berani menentang arus nilai kebahagiaan yang berlaku di kalangan masyarakat. Mungkin jarang ada orang stress deh. Semua orang bisa puas dengan apa yang mereka miliki masing-masing tanpa perlu bersaing dengan tetangga, rekan sekantor atau siapa saja yang mereka lihat dalam perjalanan hidup mereka.
Banyak orang mencari kebahagiaan dan tidak menemukannya bukan karena mereka kurang banyak mencari, namun karena mereka mencari di tempat yang salah. Pusat kebahagiaan itu adalah di dalam hati kita,kok, bukan di mana-mana. Mal, buku, film, kekasih, bahkan uang gak akan bikin kita bahagia jika kita tak mampu mengelolanya dengan baik. Tapi jika kita bisa menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, niscaya kebahagiaan itu nggak berada jauh-kauh amat dari kita, kok. Mungkin karena terlalu fokus pada orang lain jadi kita gak bisa melihat kebahagiaan itu berdiri begitu dekat dan ingin menggapai kita dengan kedua tangannya, namun kita terlalu sibuk memalingkan wajah kesana-kemari mengharap ada orang dapat memberikannya bagi kita. Sungguh sayang, yah..
Yeah, ini hanya sekedar pengandaian. Nggak ada orang bisa memberikan kebahagiaan abadi bagi kita. Jika toh ada yang bisa melakukannya, pasti itu hanya kebahagiaan yang berlangsung sementara. Sedangkan kita, harus kembali pada kehidupan kita yang begitu-begitu saja setelah semua kebahagiaan itu lenyap. Jika tak ada orang dapat memberikan kebahagiaan pada kita, kenapa kita nggak bikin saja kebahagiaan itu bagi kita dan menyebarkannya pada orang lain? Bukankah hidup ini harus dinikmati bersama dengan orang-orang yang kita kasihi?
Jika kebahagiaan terasa begitu jauh untuk direngkuh, coba deh, tutup matamu dan lihatlah melalui mata hatimu, lihat ke dalam dirimu dan rasakan bagaimana kebahagiaan sedang berdiri di sana untuk memberikan dirinya bagi setiap insan yang merindu padanya..
Berbahagialah!
Well, kebahagiaan memang sukar untuk dirumuskan. Nggak ada formula yang tepat untuk membuat standarnya. Kebahagiaan bagi yang satu belum tentu sama dan berarti bagi yang lainnya. Donald Trump yang miliuner saja menganggap banyak temannya lebih bahagia dari dia. Sementara mungkin teman-teman atau relasinya beranggapan dia yang lebih bahagia karena banyak duit..
Kadang kita mengidentikkan kebahagiaan dengan uang, atau popularitas, atau sukses. Ok. Kadang hal-hal itu membuat kita bahagia. Tapi nggak selamanya. Soalnya sekali lagi, nggak ada standar yang tepat buat mengukur hal-hal tersebut. Uang yang bikin bahagia itu yang berapa banyak, sih? Popularitas yang bikin bahagia itu yang gimana? Apa populer di kalangan perumahan setempat juga sudah termasuk? Atau sukses. Lagi, sukses yang kayak gimana? Punya mobil mewah? Gaji enam digit? Istri cantik? Kita gak bisa mengukur semuanya dengan tepat karena dunia ini masih terikat dengan teori relativitasnya Einstein. Dan seperti judul novelnya Sidney Sheldon, nggak ada yang abadi di dunia. Apapun itu. Jadi, apa yang bisa buat kita bahagia?
Kalo disuruh menengok ke sekeliling mungkin banyak hal membuat kita silau dengan segala kegemilangannya. Gile, haree genee gak pake gadget tertentu? Gak ikut pilates, misalnya, atau gak punya bo'il keren? Banyak hal yang seakan sudah distandarkan oleh masyarakat dan kita ikuti. Padahal kalo kita pikir-pikir lagi, apa iya sih dengan memiliki semua yang mampu kita miliki di dunia ini lantas kita bahagia? Bukannya yang namanya keinginan itu nggak ada matinya? Sekali kita memenuhi kebutuhan yang satu, akan menyusul kebutuhan-kebutuhan lainnya yang merasa sirik kalo nggak dipuaskan..
Menurut suamiku, kebahagiaan adalah pilihan. Kitalah yang memilih untuk jadi bahagia. Kita juga yang memilih untuk nggak bahagia. Di alun-alun kota kami ada komunitas penjual makanan dari berbagai tempat yang terlihat bahagia. Aku juga kadang heran, gile aje, hare gene, jualan kadang nggak banyak-banyak amat dibeli orang, tapi kok mereka tetap terlihat fun, asyik-asyik aja kayak gak punya beban, sementara jutaan orang lain di dunia ini sibuk mempermasalahkan gimana meraih keuntungan sekian digit.
Mungkin kalo ngomongin kebahagiaan, kita gak bisa berkaca pada orang lain kali ya. Kita yang harus menetapkan standar kebahagiaan bagi kita masing-masing. Dan kita gak boleh ngikut orang lain, karena bisa jadi kita sendiri yang akan rugi. Tapi coba kalo kita berani menentang arus nilai kebahagiaan yang berlaku di kalangan masyarakat. Mungkin jarang ada orang stress deh. Semua orang bisa puas dengan apa yang mereka miliki masing-masing tanpa perlu bersaing dengan tetangga, rekan sekantor atau siapa saja yang mereka lihat dalam perjalanan hidup mereka.
Banyak orang mencari kebahagiaan dan tidak menemukannya bukan karena mereka kurang banyak mencari, namun karena mereka mencari di tempat yang salah. Pusat kebahagiaan itu adalah di dalam hati kita,kok, bukan di mana-mana. Mal, buku, film, kekasih, bahkan uang gak akan bikin kita bahagia jika kita tak mampu mengelolanya dengan baik. Tapi jika kita bisa menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, niscaya kebahagiaan itu nggak berada jauh-kauh amat dari kita, kok. Mungkin karena terlalu fokus pada orang lain jadi kita gak bisa melihat kebahagiaan itu berdiri begitu dekat dan ingin menggapai kita dengan kedua tangannya, namun kita terlalu sibuk memalingkan wajah kesana-kemari mengharap ada orang dapat memberikannya bagi kita. Sungguh sayang, yah..
Yeah, ini hanya sekedar pengandaian. Nggak ada orang bisa memberikan kebahagiaan abadi bagi kita. Jika toh ada yang bisa melakukannya, pasti itu hanya kebahagiaan yang berlangsung sementara. Sedangkan kita, harus kembali pada kehidupan kita yang begitu-begitu saja setelah semua kebahagiaan itu lenyap. Jika tak ada orang dapat memberikan kebahagiaan pada kita, kenapa kita nggak bikin saja kebahagiaan itu bagi kita dan menyebarkannya pada orang lain? Bukankah hidup ini harus dinikmati bersama dengan orang-orang yang kita kasihi?
Jika kebahagiaan terasa begitu jauh untuk direngkuh, coba deh, tutup matamu dan lihatlah melalui mata hatimu, lihat ke dalam dirimu dan rasakan bagaimana kebahagiaan sedang berdiri di sana untuk memberikan dirinya bagi setiap insan yang merindu padanya..
Berbahagialah!
Labels:
contemplation,
everyday life
Saturday, August 11, 2007
Jadikan Dunia Lebih Baik
Menurut Paulo Coelho, orang yang menjadikan dirinya lebih baik sudah menjadikan dunia lebih baik. Ini bener banget. Tapi kayaknya lebih gampang dibicarakan daripada dilakukan. Untuk menjadikan diri kita lebih baik tuh kenapa ya, selalu adaaa aja halangannya. Ada yang namanya kekecewaan, kemalasan, sirik, trauma, banyak hal bisa menghalangi, deh! Padahal, menurut Oprah, adalah hukum Tuhan bahwa tiap orang yang mengubah dirinya jadi lebih baik, maka seluruh dunia pun akan berubah lebih baik. Masih mirip-mirip dengan kalimat Paulo Coelho tadi, sihh..
Kita lebih suka mengutamakan kenyamanan daripada kebermaknaan, kita lebih milih ketentraman daripada gangguan-gangguan. Kita milih yang asyik daripada yang nggak menarik. Selalu kita pilih yang enak, deh. Padahal kan, mana ada sih yang gampang berbuahkan kehidupan yang menarik? Yang ada, pengorbanan berbuahkan kenikmatan, perjuangan berbuahkan kemenangan, keringat berbuahkan kemewahan, hal-hal seperti itulah.
Kadang, halangan terbesar untuk maju adalah diri sendiri. Kita jadi gampang lemah melihat orang lain gak bisa contoh buat kita misalnya. Kita pengen melihat teladan, yang ada malah kekacauan di dunia ini. Kita pengin melihat yang baik, yang ada ya -seperti kita tahu-, keadaan yang biasa-biasa itu. Kita gampang termakan kekecewaan, kemarahan dan semua kelemahan yang ada dalam diri kita. Termasuk kemalasan..
Kadang aku bingung, kenapa ya hidup ini serba susah? Kenapa nggak bisa pake tongkat ajaib lalu hopla, kita dapat apa yang kita inginkan. Kenapa gak bisa sim salabim pas salonpas aja...
Tapi mungkin inilah seni kehidupan. Kalo semua gampang, mana ada peradaban yang maju seperti sekarang ini. Gak ada internet, gak ada ponsel, GPS, gadget dan kecanggihan teknologi lain. Kenapa juga mesti ada, wong hidup udah enak..
Tadi kami reuni sama sepupu dan keluarganya yang dah 2 tahun ni pindah ke Canada. Frankly kadang aku ngiri juga sama kehidupannya yang kayaknya asyik-asyik aja. Tapi selidik punya selidik, tadi dia keceplosan dikit 'Untung aja waktu itu gua keterima di UI, kalo nggak, gak bisa sekolah kali gua, gak ada duit. Untung aja waktu itu biaya kuliah masih lumayan murah..'. Emang napa, aku tanya sama mama. 'Ya iyalah, mamanya dia kan harus pontang-panting cari duit buat nguliahin anak-anaknya. Itu aja buat uang saku mereka harus cari sendiri..'. Dan, banyak kisah menyedihkan lainnya di balik kisah keberhasilannya. Kalo ngeliat hidupnya sekarang mah, asyik-asyik aja kayaknya..
Kita memang suka gitu ya, melihat sesuatu hanya pada apa yang tampak. Kita nggak pernah ngerti gimana perjuangan seseorang, pengalaman buruknya, pahit-manis hidupnya, main sirik aja kalo ngeliat keberhasilannya. Gitu juga kalo liat orang yang suka bersikap gak enak sama kita. Kita gak tahu aja banyak kepahitan dalam hidupnya!
Coba kalo tiap orang bisa saling memahami satu dengan yang lain. Pasti gak ada deh yang namanya saling iri, marah, kecewa atau sebel-sebelan kali yaa. Yang ada tiap orang akan berusaha menggapai potensi maksimal diri mereka masing-masing. Tapi mungkin karena kejatuhan Iblis ke dalam dunia inilah maka karakter kita ikut dipengaruhi.. Yang baik jadi gak terlalu baik. Yang jahat bertambah jahat, yang kacau semakin kacau. Waah, gimana dunia mau jadi baik....
Balik ke soal peningkatan diri tadi, mungkin yang terpenting untuk kita lakukan adalah dengan melepaskan hak kita kali ya. Selama kita masih meninggikan diri dan menganggap diri kita adalah pusat segala yang terjadi di jagad raya ini, nggak bakalan bisa maju deh hidup kita. Gimana mungkin, kita jadi nggak mau melepaskan kenyamanan, melakukan yang susah-susah, berrepot-repot, kita hanya mau yang terbaik, bagaimana mungkin hidup ini jadi lebih baik..
Mungkin yang terpenting adalah jika kita memahami maksud Tuhan menciptakan kita. Nggak mungkin kan Dia menciptakan kita sebagai bahan ekperimenNya. Iseng-iseng berhadiah gitu. Aku yakin pasti Tuhan menciptakan kita untuk jadi seseorang yang tak tergantikan untuk posisi kita yang hanya satu dan tiada duanya. Masalahnya, itulah yang harus kita cari sendiri... Kalo kita belum tahu juga ya, selamat bertanya pada Tuhan, deh. Abis gimana ya, Dia kan yang punya jawaban atas berjuta misteri semesta ini. Apa ada yang sukar sih buat Dia? Kalo ada, berarti Dia bukan Tuhan dong, hanya setengah dewa, hihihi, bener gak...
Well, tiap orang memang harus menghadapi perjuangannya masing-masing, tapi jangan menyerah. Siapa yang tahu apa yang sedang menanti di akhir kisah perjalanan kita? Aku sudah memutuskan untuk hidupku: aku takkan menyerah untuk apapun yang terjadi. Jika hidup ini mudah, upah apa yang akan kita peroleh darinya? Bukankah yang susah-susahlah yang memberi nilai tambah dalam hidup ini?
Kita lebih suka mengutamakan kenyamanan daripada kebermaknaan, kita lebih milih ketentraman daripada gangguan-gangguan. Kita milih yang asyik daripada yang nggak menarik. Selalu kita pilih yang enak, deh. Padahal kan, mana ada sih yang gampang berbuahkan kehidupan yang menarik? Yang ada, pengorbanan berbuahkan kenikmatan, perjuangan berbuahkan kemenangan, keringat berbuahkan kemewahan, hal-hal seperti itulah.
Kadang, halangan terbesar untuk maju adalah diri sendiri. Kita jadi gampang lemah melihat orang lain gak bisa contoh buat kita misalnya. Kita pengen melihat teladan, yang ada malah kekacauan di dunia ini. Kita pengin melihat yang baik, yang ada ya -seperti kita tahu-, keadaan yang biasa-biasa itu. Kita gampang termakan kekecewaan, kemarahan dan semua kelemahan yang ada dalam diri kita. Termasuk kemalasan..
Kadang aku bingung, kenapa ya hidup ini serba susah? Kenapa nggak bisa pake tongkat ajaib lalu hopla, kita dapat apa yang kita inginkan. Kenapa gak bisa sim salabim pas salonpas aja...
Tapi mungkin inilah seni kehidupan. Kalo semua gampang, mana ada peradaban yang maju seperti sekarang ini. Gak ada internet, gak ada ponsel, GPS, gadget dan kecanggihan teknologi lain. Kenapa juga mesti ada, wong hidup udah enak..
Tadi kami reuni sama sepupu dan keluarganya yang dah 2 tahun ni pindah ke Canada. Frankly kadang aku ngiri juga sama kehidupannya yang kayaknya asyik-asyik aja. Tapi selidik punya selidik, tadi dia keceplosan dikit 'Untung aja waktu itu gua keterima di UI, kalo nggak, gak bisa sekolah kali gua, gak ada duit. Untung aja waktu itu biaya kuliah masih lumayan murah..'. Emang napa, aku tanya sama mama. 'Ya iyalah, mamanya dia kan harus pontang-panting cari duit buat nguliahin anak-anaknya. Itu aja buat uang saku mereka harus cari sendiri..'. Dan, banyak kisah menyedihkan lainnya di balik kisah keberhasilannya. Kalo ngeliat hidupnya sekarang mah, asyik-asyik aja kayaknya..
Kita memang suka gitu ya, melihat sesuatu hanya pada apa yang tampak. Kita nggak pernah ngerti gimana perjuangan seseorang, pengalaman buruknya, pahit-manis hidupnya, main sirik aja kalo ngeliat keberhasilannya. Gitu juga kalo liat orang yang suka bersikap gak enak sama kita. Kita gak tahu aja banyak kepahitan dalam hidupnya!
Coba kalo tiap orang bisa saling memahami satu dengan yang lain. Pasti gak ada deh yang namanya saling iri, marah, kecewa atau sebel-sebelan kali yaa. Yang ada tiap orang akan berusaha menggapai potensi maksimal diri mereka masing-masing. Tapi mungkin karena kejatuhan Iblis ke dalam dunia inilah maka karakter kita ikut dipengaruhi.. Yang baik jadi gak terlalu baik. Yang jahat bertambah jahat, yang kacau semakin kacau. Waah, gimana dunia mau jadi baik....
Balik ke soal peningkatan diri tadi, mungkin yang terpenting untuk kita lakukan adalah dengan melepaskan hak kita kali ya. Selama kita masih meninggikan diri dan menganggap diri kita adalah pusat segala yang terjadi di jagad raya ini, nggak bakalan bisa maju deh hidup kita. Gimana mungkin, kita jadi nggak mau melepaskan kenyamanan, melakukan yang susah-susah, berrepot-repot, kita hanya mau yang terbaik, bagaimana mungkin hidup ini jadi lebih baik..
Mungkin yang terpenting adalah jika kita memahami maksud Tuhan menciptakan kita. Nggak mungkin kan Dia menciptakan kita sebagai bahan ekperimenNya. Iseng-iseng berhadiah gitu. Aku yakin pasti Tuhan menciptakan kita untuk jadi seseorang yang tak tergantikan untuk posisi kita yang hanya satu dan tiada duanya. Masalahnya, itulah yang harus kita cari sendiri... Kalo kita belum tahu juga ya, selamat bertanya pada Tuhan, deh. Abis gimana ya, Dia kan yang punya jawaban atas berjuta misteri semesta ini. Apa ada yang sukar sih buat Dia? Kalo ada, berarti Dia bukan Tuhan dong, hanya setengah dewa, hihihi, bener gak...
Well, tiap orang memang harus menghadapi perjuangannya masing-masing, tapi jangan menyerah. Siapa yang tahu apa yang sedang menanti di akhir kisah perjalanan kita? Aku sudah memutuskan untuk hidupku: aku takkan menyerah untuk apapun yang terjadi. Jika hidup ini mudah, upah apa yang akan kita peroleh darinya? Bukankah yang susah-susahlah yang memberi nilai tambah dalam hidup ini?
Wednesday, August 08, 2007
my blog
Terus terang, ini lagi belajar bikin blog. Agak gaptek dan ketinggalan, yah. Tapi nggak papa. Anyway, selalu ada yang pertama. Kenapa malu? Namanya juga usaha..
Melalui blog ini aku cuma pengen bisa ... melakukan sesuatu dalam hidup dan berbagi aja. Bukankah kehidupan ini hanya dapat dinikmati dengan berbagi? Kalo hidup sendiri, mana enak...
Melalui blog ini aku cuma pengen bisa ... melakukan sesuatu dalam hidup dan berbagi aja. Bukankah kehidupan ini hanya dapat dinikmati dengan berbagi? Kalo hidup sendiri, mana enak...
Subscribe to:
Posts (Atom)